INTEGRASI PENGEMBANGAN TAMAN NASIONAL KAYAN MENTARANG SERTA PENATAAN BATAS PARTISIPATIF DI KAWASAN HUTAN PRIMER DAN HUTAN SEKUNDER DALAM RANGKA KONSERVASI ALAM



KATA PENGANTAR
Alhamdulillah penulis mengucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufiq dan karunia-NYA, sehingga makalah  ini dapat diselesaikan dengan baik. Dan tidak lupa pula shalawat dan salam kita sampaikan keharibaan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah mengantarkan kita dari alam jahiliyah kepada alam yang berilmu pengetahuan.
Dan tidak lupa kami berterima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Ecotourism, Ibu Deinta, yang telah mendukung kami dalam menyelesaikan makalah kami. Adapun tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas penelitian dan pengembangan mengenai taman nasional di Indonesia  dan sebagai praktek Ujian Akhir Semester dalam mata kuliah  Ekowisata.
 Terakhir, penulis secara terbuka mengakui berbagai informasi dalam makalah ini tidak luput dari kekeliruan dan kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran para pembaca sangat diharapkan.

Jakarta, 18 Mei 2012


Ryan Permata Putri
DAFTAR ISI

Cover                                                                                                                                              1
Kata Pengantar                                                                                                                                               2
Daftar Isi                                                                                                                                                         3
BAB 1 Pendahuluan                                                                                                               4
BAB 1 Abstrak                                                                                                                         4
BAB 2 
A.      Latar Belakang                                                                                          5
B.      Sejarah TNKM                                                                                           8
C.      Objek Wisata Menarik di TNKM                                                               8
D.     Keistimewaan                                                                                           9
E.      Aksesbilitas                                                                                               9
F.       Flora dan Fauna                                                                                        9
G.     Budaya                                                                                                      10
BAB 3  Perencanaan Zonasi TNKM                                                                                        11
BAB 4 Penataan Batas TNKM                                                                                                 16
Kesimpulan                                                                                                                             22

INTEGRASI PENGEMBANGAN TAMAN NASIONAL KAYAN MENTARANG SERTA  PENATAAN BATAS PARISIPATIFDI KAWASAN HUTAN PRIMER DAN HUTAN SEKUNDER DALAM RANGKA KONSERVASI ALAM
Ryan Permata Putri ¹) Usaha Perjalanan Wisata 2011
BAB I
 Abstrak
 Paper ini membahas mengenai integrasi pengembangan taman nasional kayan mentarang serta penataan batas partisipatif di kawasan hutan primer dan hutan sekunder dalam rangka konservasi alam. Kawasan Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM) memiliki luas ±1,36 juta ha dan berada dalam 11 wilayah adat di Kabupaten Nunukan dan Malinau, Kalimantan Timur. Untuk menciptakan pengelolaan hutan yang lestari dengan wilayah yang cukup luas, maka TNKM memerlukan sistem pengelolaan secara zonasi. Dalam rangka pengelolaan kolaboratif di Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM), deliniasi buffer zone dianalisis melalui 2 pendekatan, yakni pendekatan Sosio-ekonomi masyarakat dan pendekatan ekologi-lanskap. Sampai tahun 2009, proses penataan batas TNKM secara partisipatif telah selesai di delapan wilayah adat (dari 11 wilayah adat yang ada di TNKM), dan telah disetujui oleh semua para pihak yang ada. Kegiatan ini merupakan bagian dari program FORCLIME-GTZ (Kerjasama Pemerintah Indonesia (Kementerian Kehutanan)-Jerman(GTZ), komponen 3, sub-componen TN Kayan Mentarang), yang diimplementasikan oleh WWF Indonesia.

PENDAHULUAN

Dengan luasan sekitar 1,36 juta ha, Taman Nasional Kayan Mentarang  (TNKM)  yang  ditunjuk  sesuai  Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 631/Kpts-II/1996 merupakan kawasan dilindungi terluas di Kalimantan, dan merupakan salah  satu  yang  terluas  di  Asia  Tenggara.  Terletak  di Kabupaten  Malinau  dan  Nunukan,  Propinsi  Kalimantan Timur dan sudah dihuni oleh masyarakat adat sejak ratusan tahun lalu. Ada ± 34.508 jiwa yang tinggal di sekitar kawasan TN Kayan Mentarang. Mereka tersebar  dalam  11 wilayah adat  besar  yang  memiliki  ketergantungan  erat  terhadap kawasan  hutan  dan  secara  turun  temurun  telah  memiliki kearifan tradisional dalam pengelolaan kawasan hutan yang diwujudkan  dalam  hutan  adat,  tana  ulen,  dll.  Atas  dasar demikian pengelolaan TNKM dilakukan secara kolaboratif dan menjadi model taman nasional kolaboratif pertama di Indonesia  yang melibatkan masyarakat  dalam  pengelolaan kawasan  taman  nasional.  Sebagai  Supervisory  body maka dibentuk  Dewan  Pembina  dan  Pengendali  PengelolaanKolaboratif (DP3K)  TNKM  berdasarkan  Kepmenhut 374/Kepts-II/2007.

Disamping itu, karena kondisi sosial, budaya dan ekonomi serta kekhasan bentang alamnya, maka pada tanggal 5 Juli 2005 Pemda Malinau mendeklarasikan diri sebagaiKabupaten Konservasi dan telah menjadi Peraturan Daerah Kabupaten Malinau No. 4 tahun 2007. Sehingga pengelolaan pembangunan disesuaikan dengan kaidah-kaidah konservasi yang bertujuan menjamin kelestarian sumberdaya hutan yang ada namun disisi lain pembangunan tersebut juga mampu untuk  meningkatkan  taraf hidup  bagi  masyarakat  dan memberikan  kontribusi  pendapatan  kepada  pemerintah Kabupaten

BAB II
PEMBAHASAN
Ø  Latar Belakang
Taman Nasional Kayan Mentarang , kawasan wisata alam meliputiPantai Pulau Datok dan Bukit Lubang Tedong, Gunung Palung Gunung Panti ,Cabang Panti, Kampung Baru, Sungai Matan dan Sungai Simpang,dengan luasnya 1.360.500 hektar, merupakan suatu kesatuan kawasan hutan primer dan hutan sekunder tua yang terbesar dan masih tersisa di Kalimantan dan seluruh Asia Tenggara.

Taman Nasional Kayan Mantarang memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa bernilai tinggi baik jenis langka maupun dilindungi, keanekaragaman tipe ekosistem dari hutan hujan dataran rendah sampai hutan berlumut di pegunungan tinggi. Keanekaragaman hayati yang terkandung di Taman Nasional Kayan Mentarang memang sangat mengagumkan.

Pengamatan tumbuhan pulai , jelutung , ramin , Agathis , kayu ulin , rengas , gaharu , aren , berbagai jenis anggrek, palem, dan kantong semar. Selain itu, ada beberapa jenis tumbuhan yang belum semuanya dapat diidentifikasi karena merupakan jenis tumbuhan baru di Indonesia. serta mamalia endemik, primata (Beberapa jenis mamalia langka seperti macan dahan, beruang madu, lutung dahi putih ,banteng) dan beberapa jenis burung terancam punah.

Sungai-sungai yang ada di Taman Nasional Kayan Mantarang seperti S. Bahau, S. Kayan dan S. Mentarang digunakan sebagai transportasi menuju kawasan. Selama dalam perjalanan, selain dapat melihat berbagai jenis satwa yang ada di sekitar sungai, juga dapat melihat kelincahan longboat dalam melewati jeram, ataupun melawan arus yang cukup deras.

Keberadaan sekitar 20.000-25.000 orang dari berbagai kelompok etnis Dayak yang bermukim di sekitar kawasan Taman Nasional Kayan Mantarang seperti Kenyah, Punan, Lun Daye, dan Lun Bawang, ternyata memiliki pengetahuan kearifan budaya sesuai dengan prinsip konservasi. Hal ini merupakan salah satu keunikan tersendiri di Taman Nasional Kayan Mentarang. Keunikan tersebut terlihat dari kemampuan masyarakat melestarikan keanekaragaman hayati di dalam kehidupannya. Sebagai contoh berbagai varietas dan jenis padi terpelihara dan terkoleksi dengan cukup baik untuk menunjang kehidupan masyarakat sehari-hari.

Banyak peninggalan arkeologi berupa kuburan dan alat-alat dari batu yang terdapat di taman nasional (umurnya lebih 350 tahun), dan diperkirakan merupakan situs arkeologi yang sangat penting di Kalimantan.

Kawasan TNKM terletak pada ketinggian antara 200 meter sampai sekitar ±2.500 m di atas permukaan laut, mencakup lembah-lembah dataran rendah, dataran tinggi pegunungan, serta gugus pegunungan terjal yang terbentuk dari berbagai formasi sedimen dan vulkanis.

Tipe-tipe utama adalah hutan Dipterokar, hutan Fagaceae-Myrtaceae atau hutan Ek, hutan pegunungan tingkat tengah dan tinggi (di atas 1.000 m di atas permukaan laut), hutan agathis, hutan kerangas, hutan rawa yang terbatas luasnya, serta suatu tipe khusus “hutan lumut” dipuncak-puncak gunung diatas ketinggian 1.500 m di atas permukaan laut. Selain itu, terdapat pula berbagai jenis hutan sekunder. Hutan di wilayah sepanjang sungai Bahau adalah hutan perbukitan dengan tebing-tebing terjal yang sangat sulit untuk didaki dari tepi sungai. Hutan di wilayah ini memiliki banyak sekali air terjun dari berbagai ukuran, alur aliran air terjun yang berukuran kecil mempunyai tepi sungai yang cukup landai dan dipergunakan oleh masyarakat sekitar untuk memasuki hutan di kawasan ini. Pujungan juga dikenal sebagai daerah di mana matahari tidak pernah terbit dan tidak pernah tenggelam sebab sering tertutup oleh kabut atau awan. Walaupun demikian, pendarnya sinar matahari dari balik kabut atau awan tersebut mampu membuat kulit kita memerah terbakar tanpa merasakan teriknya panas matahari karena cukup dinginnya suhu di daerah ini. Dapat dibayangkan dinginnya suhu di daerah Apau Ping di hulu Pujungan.

Bukan seperti pada umumnya sungai yang berasal dari 1 mata air di daerah hulu pegunungan yang kemudian mengalir bercabang-cabang ke hilir hingga menuju ke muara, sungai-sungai di taman nasional Kayan Mentarang berasal dari banyak mata air di banyak hulu daerah pegunungan dan mengalir menjadi 1 sungai yang besar menuju ke hilir hingga ke muara. Pada wilayah selatan taman nasional terdapat sungai Kayan yang bermuara setelah membelah kecamatan Tanjung Selor dan Tanjung Palas, berasal dari belasan mata air di hulu Kayan dan hulu Pujungan. Simpang Koala adalah area pertemuan antara sungai Bahau dan sungai Kayan adalah batas wilayah kabupaten Bulungan dan kabupaten Malinau. Arus sungai Kayan di daerah Tanjung Selor sangat tenang dan mulai bergejolak saat memasuki wilayah Long Lejau. Arus sungai Bahau sangat bervariasi dari ketenangan yang tidak berarus hingga gejolak arung jeram. Masyarakat Dayak hulu Pujungan memberi sebutan sungai Bahau sebagai sei giram yang berarti sungai berbatu yang berarus deras. Dan masyarakat di daerah ini adalah pengemudi-pengemudi perahu yang ulung dan kompak. Sungai Bahau pada daerah Long Aran mempunyai ketinggian air paling rendah dan sering menyebabkan para pengemudi perahu serta kepolisian setempat bahu-membahu menarik perahu kandas yang mempunyai panjang bisa mencapai hingga 20 meter itu beramai-ramai. Profil bebatuan di kedua sungai ini juga berbeda,  profil bebatuan yang dijumpai pada sungai Kayan mulai daerah Tanjung Selor hingga Simpang Koala, dan profil bebatuan di sungai Bahau yang ditemui sejak area Simpang Koala hingga hulu Pujungan.

Ø  Sejarah Taman Nasional Kayan Mentarang
Taman Nasional Kayan Mentarang (TNKM) termasuk  Cagar Alam , TNKM memiliki kawasan hutan primer dan skunder tua terbesar yang masih tersisa di Pulau Borneo dan kawasan Asia Tenggara.

Nama Kayan Mentarang diambil dari dua nama sungai penting yang ada di kawasan taman nasional, yaitu Sungai Kayan di sebelah selatan dan Sungai Mentarang di sebelah utara ada juga mengatakan nama ini diambil dari nama dataran tinggi / plato di pegunungan setempat yang bernama Apau Kayan yang membentang luas (mentarang) dari daerah Datadian / Long Kayan di selatan melewati Apau Ping di tengah dan Long Bawan di utara.


Hamparan hutan ini membentang di bagian utara Provinsi Kalimantan Timur, tepatnya di wilayah Kabupaten Malinau, Kabupaten Nunukan dan Kabupaten Bulungan, berbatasan langsung dengan Sabah dan Sarawak, Malaysia. Sebagian besar kawasan masuk dalam Kabupaten Malinau dan sebagian lagi masuk dalam Kabupaten Nunukan. Potensi wisata di Taman Nasional Kayan Mentarang ialah Hulu Pujungan, Hulu Krayan dan Hulu Kayan/Datadian.


Ø  Objek Wisata Menarik di Taman Nasional Kayan Mentarang
Beberapa lokasi atau obyek yang menarik untuk dikunjungi:
Pantai Pulau Datok dan Bukit Lubang Tedong. Wisata bahari dan berenang
Gunung Palung (1.116 m. dpl) dan Gunung Panti (1.050 m. dpl). Pendakian, air terjun, pengamatan tumbuhan/satwa dan berkemah.
Cabang Panti. Pusat penelitian dengan fasilitas stasiun penelitian, wisma peneliti dan perpustakaan.
Kampung Baru. Pengamatan satwa bekantan.
Sungai Matan dan Sungai Simpang. Menyelusuri sungai, pengamatan satwa dan wisata budaya (situs purbakala).

Ø  Keistimewaan
Keanekaragaman hayati bernilai tinggi dan masih alami, merupakan tantangan bagi para peneliti untuk mengungkapkan dan mengembangkan pemanfaatannya. Disamping itu keindahan alam hutan, sungai, tebing, kebudayaan suku Dayak merupakan daya tarik yang sangat menantang bagi para petualang dan wisatawan.

Ø  Aksesbilitas
Kunjungan terbaik: bulan September s/d Desember setiap tahunnya.
Cara pencapaian lokasi :Cara pencapaian lokasi: Dari Samarinda ke Tarakan (plane) sekitar satu jam, dilanjutkan menggunakan speed boat/klotok menyusuri sungai Mentarang ke lokasi dengan waktu enam jam sampai satu hari.


Ø  Flora dan Fauna
Beberapa tumbuhan yang ada antara lain pulai (Alstonia scholaris), jelutung (Dyera costulata), ramin (Gonystylus bancanus), Agathis (Agathis borneensis), kayu ulin (Eusideroxylon zwageri), rengas (Gluta wallichii), gaharu (Aquilaria malacensis), aren (Arenga pinnata), berbagai jenis anggrek, palem, dan kantong semar. Selain itu, ada beberapa jenis tumbuhan yang belum semuanya dapat diidentifikasi karena merupakan jenis tumbuhan baru di Indonesia.

Terdapat sekitar 100 jenis mamalia (15 jenis diantaranya endemik), 8 jenis primata dan lebih dari 310 jenis burung dengan 28 jenis diantaranya endemik Kalimantan serta telah didaftarkan oleh ICBP (International Committee for Bird Protection) sebagai jenis terancam punah.


Beberapa jenis mamalia langka seperti macan dahan (Neofelis nebulosa), beruang madu (Helarctos malayanus euryspilus), lutung dahi putih (Presbytis frontata frontata), dan banteng (Bos javanicus lowi). 
Jenis flora yang dilaporkan ada dalam kawasan ini di antaranya termasuk ratusan jenis anggrek dan sedikitnya 25 jenis rotan. Selain itu juga telah berhasil diinventaris ratusan jenis burung termasuk jenis baru untuk Kalimantan dan Indonesia, jenis endemik dan jenis yang hampir punah. Beberapa jenis yang menarik diantaranya adalah jenis Enggang, Kuau Raja, Sepindan Kalimantan dan jenis-jenis Raja Udang.


TNKM juga merupakan habitat bagi banyak jenis satwa dilindungi seperti banteng (Bos javanicus), beruang madu (Helarctos malayanus), trenggiling (Manis javanica), macan dahan (Neofelis nebulosa), landak (Hystrix brachyura), dan rusa sambar (Cervus unicolor). Pada musim-musim tertentu di padang rumput di hulu Sungai Bahau, berkumpul kawanan banteng yang muncul dari kawasan hutan disekitarnya dan menjadi sebuah pemandangan yang menarik untuk disaksikan.

Ø  Budaya
Di dalam dan di sekitar TNKM ditemukan beraneka ragam budaya yang merupakan warisan budaya yang bernilai tinggi untuk dilestarikan. Sekitar 21.000 orang dari bermacam etnik dan sub kelompok bahasa, yang dikenal sebagai suku Dayak, bermukim didalam dan disekitar taman nasional. Komunitas Dayak, seperti suku Kenyah, Kayan, Lundayeh, Tagel, Saben dan Punan, Badeng, Bakung, Makulit, Makasan mendiami sekitar 50 desa yang ada didalam kawasan TNKM.

Ditemukannya kuburan batu di hulu Sungai Bahau dan hulu Sungai Pujungan, yang merupakan peninggalan suku Ngorek, mengindikasikan bahwa paling tidak sejak kurang lebih 400 tahun yang lalu masyarakat Dayak sudah menghuni kawasan ini. Peninggalan arkeologi yang paling padat ini diperkirakan sebagai peninggalan yang paling penting untuk pulau Borneo.

Masyarakat di dalam kawasan taman nasional masih sangat bergantung pada pemanfaatan hutan sebagai sumber penghidupan, seperti kayu, tumbuhan obat, dan binatang buruan. Mereka juga menjual tumbuhan dan binatang hasil hutan, karena hanya ada sedikit peluang untuk mendapatkan uang tunai. Pada dasarnya masyarakat mengelola sumber daya alam secara tradisional dengan mendasarkan pada variasi jenis. Sebagai contoh banyak varietas padi ditanam, beberapa jenis kayu digunakan untuk bahan bangunan, banyak jenis tumbuhan digunakan untuk obat, dan berbagai jenis satwa buruan.

BAB III
Ø Perencanaan Zonasi Taman Nasional Kayan Mentarang

*      Kawasan TNKM dan Kawasan Masyarakat Adat
Pada tanggal 7 Oktober 1996, Menteri Kehutanan melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 631/Kpts-II/1996 merubah fungsi status Kayan Mentarang dari Cagar Alam menjadi  Taman  Nasional  Kayan  Mentarang  (TNKM). TNKM termasuk salah satu taman nasional yang melakukan inovasi  dalam  proses  penyusunan  zonasi.  Inovasi  yang dimaksud  adalah  memadukan  kepentingan  konservasi dengan  kepentingan  masyarakat  adat  dalam  perencanaan zonasi TNKM. 

Kawasan  TNKM  berada  dalam  11  wilayah  adat  (Krayan Hulu,  Krayan  Tengah,  Krayan  Hilir,  Krayan  Darat, Pujungan,  Hulu  Bahau,  Mentarang  Hulu,  Lumbis  Hulu, Tubu, Apau Kayan-Kayan Hilir dan Kayan Hulu).  Mereka masih memiliki ketergantungan erat terhadap kawasan hutan dan secara turun temurun telah memiliki kearifan tradisional dalam pengelolaan kawasan hutan yang diwujudkan dalam hutan adat.. Kawasan ini dihuni oleh sekitar 34.500 warga suku  Dayak  dari  6 sub-suku  Dayak  yaitu suku  Kenyah, Lundayeh, Abai/Tagel, Sa’ban, Punan dan Kayan sejak 350 tahun yang lalu.

*      Memadukan Kepentingan Konser vas i danKepentingan Masyarakat
Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan NomorP.56/Menhut-II/2006  tentang  pedoman  zonasi  taman nasional,  yang  dimaksud  dengan  zonasi  taman  nasional adalah suatu proses pengaturan ruang dalam taman nasional menjadi zona-zona, yang mencakup kegiatan tahap persiapan, pengumpulan dan analisis data, penyusunan draft rancangan zonasi, konsultasi publik, perancangan, tata batas, dan  penetapan,  dengan  mempertimbangkan  kajian-kajian dari  aspek-aspek  ekologis,  sosial,  ekonomi  dan  budaya masyarakat. Zona  dalam taman nasional terdiri dari  zona inti,  zona rimba,  zona  pemanfaatan,  dan  zona  lain (zona tradisional, zona rehabilitasi, zona religi-sejarah-budaya, dan zona khusus). 

Di lain pihak, masyarakat adat di TNKM sebenarnya sudah memiliki konsep zonasi berkaitan dengan fungsi-fungsi dan peruntukan lahan di wilayah  adat. Peruntukan ruang  atau penggunaan  lahan  wilayah  adat  telah  dialokasikan  sesuai fungsi lahan yaitu untuk perlindungan, pertanian/budidaya dan produksi dengan mempertimbangkan kriteria ekologi, ekonomi,  sosial dan perencanaan pembangunan ke depan.
Wilayah adat di Taman Nasional Kayan Mentarang

Dengan  mempertimbangkan pola pendekatan sistim zonasi dan kondisi istimewa TNKM, maka tim kecil menghasilkan  kriteria  dan  indikator  zonasi  dengan usulan  3  (tiga)  area  dalam  kawasan  TNKM  sebaai berikut:
1. Areal “publik” yakni  zona inti;
2.  Areal “adat” yakni zona rimba, zona pemanfaatan dan  zona tradisional;
3.  Areal  “multi-stakeholders”  yakni  zona khusus.

Untuk menampung semua aspirasi masyarakat adat maka pada Oktober tahun 2000 dibentuklah FoMMA (Forum Musyawarah Masyarakat Adat) sebagai wadah perwakilan masyarakat adat.

Usulan  batas  luar  kawasan  dan  rekomendasi  zonasi TNKM (inti dan pemanfaatan tradisional) telah tertuang dalam  Rencana  Pengelolaan  Taman  Nasional  (RPTN) Kayan Mentarang 2001 – 2025 yang disahkan oleh Menteri Kehutanan melalui SK. Menhut No.1213/Kpts-II/2002. Di dalam RPTN-TNKM tersebut juga sudah ada uraian mengenai  usulan  peraturan  adat  dalam  pengelolaan TNKM. (zonasi, batas luar, peraturan, bentuk pengelolaan (Dewan Penentu Kebijakan, Badan pengelola, dll).

Sebagai tindak lanjut disahkannya RPTN KayanMentarang,  Pada  bulan Agusus  2005 sampai  Oktober 2006, FoMMA difasilitasi oleh WWF Indonesia melalui Kerjasama  Pemerintah  Indonesia  -  Jerman  Program Taman Nasional Kayan Mentarang, menyusun pedoman dan  proses  perencanaan  tata  ruang  wilayah  adat  di beberapa wilayah adat. Konsultasi tentang tata ruang atau zonasi di  kawasan TNKM terus dilakukan.
Gambar 2. Perencanaan zonasi TNKM

*      Rencana Tindak Lanjut
Sampai saat ini, penyusunan kriteria dan indikator zonasi TNKM masih dalam tahap pembahasan analisis final oleh pihak Kemenhut (PHKA), Balai TNKM, WWF Indonesia dan tim expert dengan dukungan kerjasama FORCLIME-GTZ Kerjasama Indonesia-Jerman, komponen 3 sub-komponen Taman Nasional Kayan Mentarang). Pelaksanaan Sosialisasi zonasi di 11 wilayah adat akan selesai di akhir tahun 2010. Hasil zonasi TNKM diharapkan juga dapat mendorong penyelesaian proses tatabatas TNKM dan bufferzone TNKM. Seluruh kegiatan ini merupakan target yang akan dicapai untuk menciptakan pengelolaan taman nasional yang efektifdan efisien dan secara kolaboratif yang melibatkan banyak pihak.

BAB IV
Ø  Penataan Batas Taman Nasional Kayan Mentarang Partisipatif

Pada saat penunjukan Cagar Alam Kayan Mentarang pada tahun 1980 melalui SK. Menteri Pertanian No.847/Kpts/Um/II/1980 tgl 25-11-1980 seluas ±1,36 Juta Ha ternyata terdapat penduduk berjumlah ± 34.508 jiwa di dalam  dan  sekitar  CA  Kayan  Mentarang  yang  tersebar dalam 11 wilayah adat besar dan memiliki ketergantungan erat  terhadap  kawasan  hutan.  Secara  turun  temurun mereka memiliki  kearifan tradisional  dalam  pengelolaan kawasan hutan yang diwujudkan dalam hutan  adat, tana ulen, tanah jakah dll.

Pada tanggal 7 Oktober 1996 Menteri Kehutanan dengan Keputusan  Menteri  Kehutanan Nomor:  631/KptsII/1996 merubah fungsi kawasan Kayan Mentarang dari Cagar Alam menjadi Taman Nasional Kayan Menatarang (TNKM) dengan luas ±1,36 juta ha, dengan batas  yang sama  dengan  batas  Cagar  Alam.  Dengan  demikian kawasan  pemukiman,  lahan  pertanian  dan  tanah  adat masyarakat  tetap  masuk  dalam  kawasan  TN  Kayan Mentarang.  Dalam  proses  penataan  batas  yang  sudah dilakukan oleh BPKH Wilayah IV Samarinda Kalimantan Timur bersama pengelola TNKM, masyaraka  adat  yang bermukim di dalam dan sekiar kawasan TNKM menolak hasil penataan batas sepanjang 497,10 km (dari total 1.238 km) yang telah dilakukan.

Penataan tata  batas  ini  dipandang  penting  karena  dapat menentukan  langkah  kebijakan  selanjuntnya.  Dengan kejelasan  batas  kawasan  di  lapangan  melalui  tata  batas kawasan, maka  ada  kepastian  hukum  terhadap  kawasan TNKM  guna  memberikan  kemantapan  bagi  pengelola TNKM  dalam  melaksanakan  pengelolaan  ekosistem kawasan taman nasional dalam rangka konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Untuk mewujudkan proses  pemantapan  kawasan  TNKM  yang  kuat  maka diperlukan kesamaan cara pandang semua pihak melalui proses  yang  partisipatif semua  pemangku  kepentingan khususnya masyarakat  adat  yang  ada di 11 wilayah  adat besar di dalam dan sekitar TNKM.

Dengan ditetapkannya Taman Nasional Kayan Mentarang dikelola  secara  Kolaboratf melalui  Keputusan  Menteri Kehutanan  Nomor:  1214/Kpts-II/2002  maka  proses penataan batas  Taman Nasional Kayan  Mentarang (TNKM) dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan semua  pihak  seperti  Departemen  Kehutanan  (Balai TNKM & BPKH Wilayah IV Samarinda Kaltim) bersama Masyarakat  adat  dalam  Forum Musyawarah Masyarakat Adat  (FoMMA),  Pemerintah  Kabupaten  Malinau  dan Pemerintah Kabupaten Nunukan.Selanjutnya para pihak yang berkepentingan (Pemerintah Pusat,  Pemerintah  Propinsi,  Pemerintah  Kabupaten, FoMMA, Perguruan Tinggi dan LSM bergabung dalam wadah DP3K (Dewan Pembina dan PengendaliPengelolaan Kolaboratif).

Proses  tata  batas  sejak  awal  difasilitasi  oleh  WWF Indonesia melalui berbagai sumber dana (Danida, WWF Jerman dll) dan sejak tahun 2006 didukung melalui Proyek Kerjasama Pemerintah Indonesia (DepartemenKehutanan) dan Jerman (GTZ), dimana WWF-Indonesia sebagai implementornya.

Ø  Tujuan

Prinsip dasar  “Partisipasi Masyarakat” dalam Proses Tata batas  partisiptif adalah  keterlibatan  masyarakat  dalam Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi. Tujuan dilakukan penataan batas kawasan partisipatif adalah :
1.  Untuk  menghasilkan  kawasan  hutan  yang  aman terhadap konflik kepentingan jangka panjang dengan menghindari tumpang tindih dengan kegiatanmasyarakat;
2.  Mengenali  proses  penataan  batas  hutan  yang  paling akomodatif bagi kepentingan dan kebutuhanmasyarakat dan Pemerintah;
3.  Memprakarsai proses pelibatan masyarakat secara aktifdalam negosiasi dan tahapan penetapan tata batas;
4.  Mendukung  upaya-upaya  penyelesaian sengketa tata batas  dan  proses  perencanaan  pengelolaan  kawasan hutan secara kolaboratif.

Ø  Proses Penataan Batas TNKM secara Partisipatif

Penolakan  masyarakat  adat  terhadap  hasil  tata  batas membuat penataan  batas  versi  masyarakat  menjadisemakin  penting.  Oleh  karena  itu  WWF  Indonesia Program yang telah bekerja di TNKM sejak tahun 1991, mencoba memfasilitasi dan mendorong masyarakat dalam pengelolaan kawasan berbasis masyarakat melalui sistem zonasi, dan pada Tahun 1998 sampai 2002 telah dilakukan proses  pemetaan  partisipatif di  65  lokasi  pemukiman sekitar  TNKM.  Sejak  tahun  1999  dilakukan  konsultasi tatabatas TNKM untuk tahap pertama. Selanjutnya,  sejak  bulan  Oktober  2004  sampai  Januari 2005 dilakukan serangkaian proses konsultasi tata batas di tingkat  wilayah  adat.  Kegiatan  ini  dilakukan  secara bersama-sama oleh BPKH Wilayah  IV  Samarinda, BKSDA  Kalimantan  Timur  dan  FoMMA  di  beberapa lokasi wilayah adat.

Dari  proses  konsultasi  tata  batas  tahun  1999,  BPKH Wilayah IV Samarinda telah berhasil mengidentifikasi dan mengkonfirmasi usulan batas luar oleh masyarakat adat. Namun, untuk wilayah adat di Krayan masih belum ada kesepakatan. Hasil konsultasi tata batas ini kemudian dipresentasikan di Departemen  Kehutanan  pada  tanggal  30  Juni  2005.Pertemuan  ini  dihadiri  oleh  Kepala  Badan  Planologi, Direktur  Konservasi  Kawasan  Ditjen  PHKA,  BPKH Wilayah IV Samarinda Kaltim, BKSDA Kaltim, dan WWF Indonesia.  Dalam  pertemuan  tersebut,  Departemen Kehutanan  merekomendasikan  agar  proses  konsultasi dilakukan di seluruh wilayah  adat, dan diselesaikan dulu permasalahan  di  wilayah  Krayan,  sebelum  pembahasan lebih lanjut oleh Menteri Kehutanan.

Hasil  rekomendasi  tersebut  ditindak  lanjuti  dengan kegiatan konsultasi tata batas dan pembahasan usulan tata batas TNKM di beberapa lokasi seperti Long Layu dan Long Bawan.
Salah satu pertemuan penting yang terjadi selama proses tata  batas  adalah  Konsultasi  Publik  Tata  Batas  TNKM tanggal 18 – 19 Januari 2007, bertempat di Long Bawan, Kecamatan Krayan. Beberapa kesepakatan penting yang dibuat adalah:

-  Forum  pertemuan  sepakat  untuk  mengusulkan  agar kawasan-kawasan  berikut;  1)  Lahan  pemukiman,  (2) Lahan  pertanian  (ladang,  kebun,  sawah,  laman),  (3) Lahan potensi untuk pengembangan pertanian (bekas sawah  dan  kampung),  (4)  Lahan  antar  pemukiman sebagai sarana transportasi: dikeluarkan dari  kawasan Taman Nasional Kayan Mentarang.
-  Kawasan selain (diluar) yang disebutkan dalam point 1 (pertama) termasuk ke dalam hutan adat yang dikelola oleh masyarakat  adat, dan tetap menjadi bagian dari zona tradisional Taman Nasional Kayan Mentarang.

Pemanfaatan  Zona  tradisional  yang  dimaksud  adalah sesuai  dengan  Permenhut  No.  56/2006  tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional.Kesepakatan tersebut ditindak lanjuti dengan melakukan sosialisasi, pengukuran dan penataan batas, perencanaan trayek  batas,  pembuatan  peta proyeksi tata batas, pemancangan  batas  sementara,  Lokakarya  Penguatan Hasil  Kesepakatan  dan  Padu  Serasi  Aturan  Adat  an Praturan Taman Nasional, dsb.Sampai tahun 2009, proses penataan batas TNKM secara partisipatif telah selesai di delapan wilayah adat (dari 11 wilayah adat yang ada di TNKM), dan telah disetujui oleh semua Para pihak yang ada.Pada  Juni  2009  DP3K  menyampaikan  catatan  hasil kesepakatan  beserta  peta  usulan  batas  kawasan  melalui surat Ketua DP3K Nomor: 09/DP3K-1/6/2009 tanggal 30 Juni  2009  perihal Perubahan Batas Kawasan  kepada Ketua  BAPPEDA  Propinsi  Kaltim  dengan  tembusan kepada Menteri Kehutanan, Gubernur Kalimantan Timur, Direktur  Jenderal  Planologi  Kehutanan,  Dephut,  dan Ketua Tim Terpadu RTRWP Kaltim, untuk selanjutnya diusulkan  kepada Tim Terpadu Revisi RTRWP Kaltim. Sebagai tindak lanjut dari usulan batas tersebut maka pada tanggal 25 Juli 2009 bertempat di Hotel Wijaya Malinau diadakan pertemuan Tim Terpadu dalam rangkapengumpulan data dan informasi serta klarifikasi terhadap Usulan Perubahan Kawasan Hutan dalam Usulan Revisi RTRWP Kalimantan Timur.

Pada  pertemuan  ini  secara  resmi  disampaikan  dan disepakati  agar  semua  desa  dikeluarkan  dari  kawasan menjadi APL (Areal Peruntukan Lainnya) termasuk lahan pertanian (sawah dan ladang dalam siklus aktif)Selain itu sebagai tindak lanjutnya maka pada tanggal 26 Juli  2009  dilakukan  Flyover di  seputar  kawasan  TNKM untuk  melihat  secara  langsung  pemukiman  yang  ada
disekitar TNKM. Sampai saat ini proses penataan batas TNKM masih menunggu proses revisi tata ruang Propinsi Kaltim.


Ø  Pembelajaran yang diperoleh

Pengalaman di TNKM menunjukkan betapa pentingnya partisipasi masyarakat dalam proses tata batas. Proses tata batas  suatu  kawasan  konservasi,  baik  itu  cagar  alam maupun taman nasional, harus memperhatikankepentingan masyarakat lokal/adat yang tinggal dikawasan tersebut yang kehidupannya tergantung pada hasil hutan  dan  sumber  daya  alam  dan  sudah  ada  sebelum kawasan ditetapkan menjadi kawasan konservasi. Proses yang dilakuan di TNKM bisa menjadi contoh bagikawasan  konservasi  lain,  dimana  FoMMA  dan  DP3K berperan  besar  dalam  proses  tata  batas  partisipatif. FoMMA dan DP3K telah meningkatkan posisi tawar dari masyarakat  adat  dalam  memperjuangkan  kepentingan mereka  terhadap  pemerintah.  Di  sisi  lain  pemerintah pusat, dalam hal ini Ditjen PHKA juga bersikap terbuka terhadap usulan-usulan  dari masyarakat adat,  yangdisampaikan melalui FoMMA dan DP3K.Lambatnya  proses  kegiatan  tata  batas  baik  di  tingkat lapangan maupun pusat mengakibatkan turunnyakepercayaan  masyarakat  terhadap  proses  batas  yang sedang berjalan.

Dalam pelaksanaan proses batas kawasan, pertimbangan kepastian  hukum  harus  menjadi  dasar  pengambilan keputusan, sehingga jelas mengenai hal-hal yang boleh dan tidak boleh. Hal ini penting agar tidak menjadi masalah pada saat kesepakatan tersebut akan dilaksanakan.

Ø  Follow up action
Kegiatan yang sedang dilakukan adalah mendorong agar proses tata batas TNKM baik di tingkat pemerintah pusat (PHKA) dan pemerintah daerah Malinau dan Nunukan serta  masyarakat  adat  berjalan  dengan  baik  dan  cepat. Kegiatan  tersebut  antara  lain,  membantu  Tim  Terpadu RTRWP Kaltim  dalam menyelesaikan proses revisi tata ruang Kaltim, memfasilitasi pemda dan masyarakat adat untuk mengusulkan batas TNKM  ke PHKA, sosialisasi dan pelatihan pengukuran tata batas di beberapa wilayah adat di sekitar kawasan TNKM.

 KESIMPULAN 
TN Kayan Mentarang, sebagai suatu  kawasan  konservasi yang memiliki areal sangat luas  dan memiliki sumberdaya manusia yang terbatas untuk memonitor seluruh kawasan tersebut. Sehingga diperlukan suatu mekanisme tersendiri yang dapat mengakomodasi kegiatan monitoring kawasan secara cepat, akurat dan mencakup wilayah yang cukup luas. Selain  itu  dengan  ditunjuknya  kawasan  TNKM  sebagai kawasan  taman  nasional  yang  dikelola secara  kolaboratif.

Sejak  sebelum  ditunjuknya  kawasan  TNKM  sebagai kawasan konservasi, daerah tersebut sudah dihuni oleh masyarakat  adat  dayak  dan  sudah  mengelola  hutan tersebut secara arif dan bijaksana sehingga tetap utuh sampai  sekarang.  Pengelolaan  hutan  melalui  hutan adat/Tana'Ulen,  system  perladangan  gilir  balik  dan pertanian  organik  adalah  beberapa  contoh  sistem pengelolaan  kawasan  secara  berkelanjutan  yang  telah dilakukan oleh masyarakat adat secara turun temurun di kawasan ini. Kondisi keanekaragaman hayati di TNKM yang  terjaga  dari  berbagai  ancaman  dan  gangguan merupakan  hasil  dari  keikutsertaan  masyarakat  adat dalam menjaga hutan dikawasan TNKM dan sekitarnya.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Ryan Permata Putri © 2011 Design by Best Blogger Templates | Sponsored by HD Wallpapers